Sepotong tempe itu diiris tipis-tipis di atas matras aluminium foil, kemudian dimasukkan ke dalam minyak panas di dalam panci mini di atas kompor portable. Sepotong daun pisang sisa bungkus tempe dijadikan piring lalu satu per satu habis dilahap Maia Lan di tengah istirahatnya dari gowes panjang.

Bersama dengan rekannya, Rafli Purnama, Maia Lan berkeliling Indonesia dengan sepeda. Tak hanya sekadar berkelana, mereka berdua membawa sebuah misi mulia: gowes sambil berkampanye tentang gaya hidup zero waste dan go green.

Perjalanan lintas provinsi dua kawan ini terjadi tanpa direncanakan. Rafli yang awalnya curhat tentang kegagalannya ke Sabang akibat terkena lockdown di Malaysia disambut dengan cerita Maia yang ingin berkunjung ke Sumatra. Alih-alih backpacker-an, mereka memilih bertualang menggunakan sepeda, atau biasa dikenal dengan bikepackingBikepacking adalah melakukan touring lintas kota hingga provinsi dengan menggunakan sepeda yang dilakukan selama beberapa hari. Selama touring ini, mereka melalui berbagai medan, mulai dari jalanan rata hingga off-road,

Maia dan Rafli lebih memilih bikepacking karena dirasa bisa lebih mengeksplor dan menikmati berbagai suguhan keindahan alam di Indonesia. Ditambah lagi, bikepacking ini lebih ideal di tengah pandemi yang mengharuskan mereka untuk menjaga jarak. Bermodalkan nekat, Maia yang sebelumnya belum terbiasa bersepeda jarak jauh pun setuju dengan ide tersebut dan begitulah petualangan mereka dimulai.

Ingin Menjaga Bumi

Maia yang jatuh cinta pada potensi alam melimpah di Indonesia seperti air terjun, pantai, dan gunung, merasa sedih melihat banyaknya sampah yang mencemari. Dengan keresahan yang sama dirasakan oleh Rafli, mereka menggagas kampanye Zero Waste Gowes sebagai upaya mereka menjaga alam dengan berkelana minim sampah, juga mengedukasi masyarakat untuk hidup lebih ramah lingkungan. Tentunya kegiatan positif ini menuai pujian di kalangan masyarakat. Beberapa juga merasa heran kenapa ‘bule Spanyol’ lebih peduli pada sampah di Indonesia ketimbang masyarakat Indonesia sendiri.

Menanggapi hal tersebut, Maia Lan mengaku kalau ia gemar memungut sampah bukan semata-mata karena ia peduli pada Indonesia, melainkan juga karena Indonesia adalah bagian dari bumi. “Kalau Indonesia rusak, bumi rusak, aku, semua, rusak juga. Jadi, ya, karena sekarang aku di Indonesia kalau bisa bantu sedikit buat Indonesia yang masuk bagian bumi,” jelasnya. 

Berangkat dari Titik Nol Yogyakarta menuju titik Nol Sabang hingga Banyuwangi, ia dan Rafli berharap gaya hidup ini bisa menular pada orang-orang yang mereka temui dalam perjalanan, baik mengurangi, memilah, atau mendaur ulang sampah. 

Sepeda Gravel & Hybrid Jadi Pilihan

Selagi berkampanye tentang zero waste, Maia Lan dan Rafli mantap memilih sepeda sebagai moda transportasi. Selain memungkinkan mereka menjaga jarak selama pandemi, adakah alasan lain yang mendasari keputusan tersebut? 

“Kalau naik sepeda lebih fleksibel,” jawab Rafli. Sepeda memungkinkan mereka mengeksplor sambil menikmati setiap kilometer perjalanannya, karena bersepeda itu tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Mereka bahkan bisa parkir di mana saja tanpa repot. 

Berhubung mereka suka berkunjung ke tempat yang bernuansa alam, sepeda dirasa lebih cocok karena tidak menimbulkan polusi udara. Plus, mereka tak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk membeli bensin. Sudah murah, nyaman, ramah lingkungan pula. Mengapa tidak? 

Ditambah lagi, perjalanan ribuan kilometer itu didukung dengan sepeda yang memadai; Maia Lan dengan Polygon Heist X7 dan Rafli Purnama dengan Polygon Bend R5. Dua model yang sudah lama menjadi andalan para pesepeda ini menemani mereka dari Yogyakarta ke Banyuwangi, membuat perjalanan nyaman dan menyenangkan. 

Heist X7 merupakan sepeda hybrid yang mampu melibas berbagai medan, sedangkan Bend R5 adalah sepeda gravel yang menawarkan kenyamanan bersepeda melewati area berpasir, kerikil, sampai menjelajah hutan. Keduanya terbukti ringan meski membawa banyak bawaan. 

“Sepeda yang selalu ada untuk aku. Sepeda lokal, sepeda Indonesia yang cakep banget. Ini hybrid urban, jadi sepeda ini aku bisa bawa di kota sama off-road,” ungkap Maia Lan. Tak hanya itu, Maia merasa diuntungkan dengan mudahnya sepeda itu untuk penggunaan dari sepeda Polygon Heist X7 miliknya. “Yang paling menarik dari sepeda ini menurutku itu sangat gampang untuk pasang aksesoris atau untuk benerin sepeda, untuk lepas ban, karena sepeda ini bisa bongkar hampir semua pake kunci L aja,” ujarnya Maia.

Tampil Khas dengan Jeriken

Perjalanan lintas provinsi, atau bahkan pulau tentu butuh bekal yang tak sedikit. Membawa ransel besar bukan pilihan yang salah tapi tentu akan menyumbang sakit punggung dan pegal linu, membuat perjalanan tidak aman juga tidak nyaman.

Maia dan Rafli selalu punya opsi untuk membeli tas pennier tahan air yang bermuatan banyak dan tak merepotkan saat hujan mengguyur. Tapi, opsi itu tidak mereka ambil. Mereka justru mengubah jeriken bekas menjadi penampung barang-barang mereka di belakang sepeda.

“Banyak yang bilang kita bisa beli tas untuk sepeda, ada juga yang waterproof gitu. Tapi kalau jeriken itu daur ulang plastik, sama itu juga waterproof, jadi karena kita mau zero waste kita daur ulang jeriken daripada beli baru,” jelas Maia di salah satu kanal YouTube. “Kita mengedukasi tentang bahan-bahan yang bisa didaur ulang, contohnya kayak si jeriken itu bisa jadi tas sepeda terus dari sampah-sampah plastik itu juga bisa jadi tas,” sambung Rafli.

Demi mendukung nilai ramah lingkungan tersebut, Maia dan Rafli mengumpulkan setiap sampah plastik yang telah mereka gunakan, seperti plastik kemasan mi instan atau kopi, untuk didaur ulang menjadi kerajinan. Tak jarang mereka mampir ke bank sampah di kota-kota yang mereka lewati untuk menyetorkan sampah mereka. Selain itu, mereka juga membawa jeriken cadangan air lima liter yang mereka gunakan untuk menampung air di rumah kerabat atau tempat isi ulang air. Dengan begitu, mereka bisa tetap terhidrasi selama bersepeda tanpa perlu membeli air minum kemasan.

Setahun lebih perjalanan panjang itu mereka arungi dengan sepeda. Stiker dan kenang-kenangan dari berbagai orang serta komunitas di tiap daerah tampak memenuhi kendaraan roda dua itu. Kaki para petualang tangguh ini pun sudah menapak di tanah surga Banyuwangi. Meski garis finis sudah tercapai, misi mereka tak usai; Maia Lan dan Rafli Purnama terus konsisten menyuarakan hidup hijau ke mana pun tujuan mereka selanjutnya.

Semoga pesan baik itu sampai ke kamu juga!

What you can read next

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *